Thursday, March 27, 2014

Perisai Diri yang Ampuh

By Budi Luhur on Friday, March 28, 2014 at 12:28pm

 Salam Bunga Sepasang

Seorang Pesilat tak luput dari Pertarungan, entah dalam berlatih, turnamen, pertandingan ataupun Perkelahian yang sesungguhnya guna mempertahankan diri dan atau Kehormatannya. Menang atau Kalah dalam sebuah Pertarungan  adalah hal yang biasa bagi seorang Pesilat. Kekalahan akan membawa kita kepada Kesadaran bahwa diatas Langit Masih ada Langit dan diatas Gunung masih ada Gunung, Kalah sering kali berarti kita harus lebih banyak belajar dan melakukan Introspeksi diri serta eling kepada yang Empunya Kehidupan ini. Sedangkan Kemenangan adalah titik di mana kita sebagai Pesilat diuji Kesabaran dan Kerendahhatian serta selalu waspada akan godaan kesombongan yang muncul dalam lubuk hati kita.
Kemenangan melalui sebuah Pertarungan adalah hal yang wajar dalam dunia Persilatan. Namun sebagai Murid Perguruan Perisai Diri hendaknya kita tahu dan mengenal betul bagaimana Menang tanpa melalui sebuah Pertarungan sebagai mana yang dicontohkan Bapak ( RM. S Dirdjoatmodjo). Marilah kita simak cerita berikut ini yang dituturkan oleh Mas - Mas dalam berbagai kesempatan.


" Alkisah ada seorang Pendekar yang Sakti Mandraguna, Pilih Tanding yang selalu ingin mengalahkan Pak Dirdjo. Dalam beberapakali perjumpaan, beliau telah dikalahkan oleh Bapak melalui pertarungan demi pertarungan. Namun Sang Pendekar ini tetap saja tidak pernah mengakui kehebatan Bapak. Beliau berkeliling untuk mencari Ilmu Silat dan Menimba Ilmu Olah Kerohanian serta Olah Kanoragan hanya untuk setiap saat diadu kembali dengan Bapak dan hasilnya Beliau selalu kalah dan kalah lagi.  Hingga suatu ketika ada seorang Guru Beliau yang menasehatinya  bahwa setinggi apapun Ilmu yang Beliau kejar dan Beliau miliki tidak akan mungkin mengalahkan Bapak. Bahkan oleh Sang Guru, Beliau dianjurkan untuk mengaku kalah dan berguru kepada Bapak. Tidak terima akan nasehat Gurunya, sesampainya di Surabaya Beliau langsung menuju ke kediaman Bapak dengan bersenjatakan Golok. Dengan tekad membara bahwa itu akan menjadi pertarungan terakhirnya dengan Bapak. Pertarungan terakhir itulah yang akan menentukan siapa yang terhebat diantara dirinya dan Pak Dirdjo, Pertarungan antara Hidup dan Mati untuk menentukan siapa Pendekar terhebat.
Sesampainya di depan kediaman Bapak, Sang Pendekar dengan Jumawa, Penuh emosi berteriak dengan suara lantang " Djo, lek awakmu pancen lanang metu'o !" (Tej (Ind) : " Jo, kalau engkau jantan keluarlah !") dan beliaupun telah bersiap dengan meloloskan goloknya dari warangka.
Tak lama kemudian, Pak Dirdjo dengan sikap yang santai dan santun keluar dari rumah dan serta merta bertanya " Wonten Menapa, nggih Mas?" ( Tej (Ind) : "Ada apakah Gerangan, Mas?"). Sang Pendekar terhenyak dan mendadak merasa tubuhnya lemas tiada berdaya, golok yang digenggamnya erat - erat jatuh berkelontangan. dan saat itulah Sang Pendekar menyadari bahwa dirinya telah dikalahkan tanpa melalui sebuah Pertarungan."

Membaca kisah diatas, entah itu adalah kisah nyata atau hanya kabar burung dari para senior di Perisai Diri telah membawa kita pada suatu pemahaman baru tentang apa itu Perisai Diri  yang Ampuh. 
Seperti Petuah yang diutarakan Bapak dalam setiap kesempatan :


" Tujuan Berlatih Ilmu Silat adalah untuk memelihara kesehatan, ketenangan dan kepercayaan kepada diri sendiri. Dilarang untuk berkelahi, sombong, mencari musuh dan berbuat apapun yang akan terjadi tidak baik untuk pribadi maupun untuk fihak lain. Pokoknya semua itu untuk keselamatan dan kebaikan Budi. itulah Perisai Diri yang Ampuh" ( RM. Soebandiman Dirdjoatmodjo, Pendekar Purna Utama)

Wednesday, March 26, 2014

SILAT BUDAYA LEGENDARIS JAWA

Sering kali kita melihat gambaran-gambaran menakjubkan seorang ahli beladiri yang meloncat kesana kemari dengan ringan dan menyerang ke kanan dan ke kiri,kemudian bersalto dengan indahnya. Gambaran ini lebih sering lagi terlihat oleh generasi muda kita dengan munculnya film-film maupun siaran televisi impor yang berbau action / laga. Belum lagi film jenis lain yang menampilkan kemampuan tangan kosong maupun olah senjata. Hal ini masih ditambahkan lagi dengan penempatan idola, keadaan ini sering dijumpai pada anak anak yang memperagakan adegan yang ada di dalam film tersebut. Kondisi ini mencerminkan keinginan untuk bisa menyamai kemampuan aktor jago mereka.
Tanggapan yang sangat berbeda bisa dirasakan dengan penayangan film nasional maupun sinetron yang berbau silat daerah. Disini sangat terlihat antusiasme penonton yang kurang,bahkan cenderung mengarah ke hal ‘geguyonan’ atau ketidakseriusan.
Sebenarnya kita tidak perlu iri dengan penampilan yang ‘wah’ di media. Ibarat pertunjukan suatu drama selalu ada skenarionya. Demikian pula dengan penayangan suatu adegan,selalu ada trik-trik khusus yang diolah sedemikian halusnya sehingga seolah ‘life’ tanpa trik. Dilengkapi lagi dengan kemajuan teknologi,sehingga semua seakan nyata. Tetapi yang sebenarnya…”Who knows ??”
Tetapi disamping itu semua ternyata tidak sedikit bagian masyarakat Indonesia yang tetap memegang teguh budaya asli atau ‘nguri-uri kabudayan’. Dalam hal ini latihan dalam aliran beladiri. Secara umum banyak kalangan muda mupun tua kita yang tetap konsisten dengan ajaran maupun latihan teknik/jurus yang didapatkan dari perkumpulan beladiri asli tersebut. Hal ini patut kita acungi jempol. Karena dengan tetap melestarikan budaya asli maka identitas Negara akan lestari,sehingga mempunyai kepribadian yang kokoh dan tidak mudah terombang-ambing arus globalisasi.
Di sekitar kita banyak sekali terdapat perguruan maupun perkumpulan beladiri. Disamping beladiri secara umum,ada satu aliran beladiri asli kita yang biasa disebut dengan Silat. Silat atau yang oleh masyarakat luas lebih dikenal dengan pencak silat ini adalah seni beladiri asli Indonesia. Sama halnya dengan kuntaw/kungfu dari daratan Cina, taekwondo dari Korea dan Karate dari Jepang.
Secara historis belum diketahui kapan pertama kali muncul silat ini tetapi yang pasti bahwa keadaan alam Kepulauan Nusantara-lah yang mendidik penghuninya untuk ‘survive’. Sehingga masing-masing penduduk pulau mempunyai cara khas tersendiri untuk berusaha mempertahankan hidup sesuai dengan kondisi alamiahnya baik secara geografi,geologi maupun iklimnya. Hal ini pun terjadi di Pulau Jawa. Banyak sekali bentuk aliran silat yang lahir di pulau ini. Biasa tumbuh dan berkembang secara local yang kemudian meluas. Di jawa Barat yang terkenal seperti Silat Cimande,Betawen dan Silat Keraton Cirebon. Kemudian di Jawa Tengah ada Silat Karangbolong, Silat Selarong,juga dengan aliran silat resmi dari Keraton Yogyakarta dan atu Surakarta. Ditambah lagi dengan bercecernya banyak perguruan di Jawa Timur yang tersebar mulai dari Jombang,Madiun,Surabaya,Malang dan kota-kota lainnya.
Dari segi materi,yaitu yang menyangkut teknik,baik teknik dasar,menengah maupun tinggi ternyata semua mempunya paten kualitas tersendiri. Hal ini terbukti dengan data-data sejarah pula. Bahwa Silat Jawa atau beladiri kejawen yang digabung dengan strategi perang yang baik menjadi senjata yang ampuh bagi Raden Wijaya (Nararrya Sanggramawijaya,menantu Kertanegara/Raja Singhasari terakhir) dan pengikutnya didalam usaha menghalau gerakan ekspansi bangsa Mongolia pada jaman transisi dari Singhasari ke awal berdirinya Majapahit,sekitar abad XIII. Dan pada akhirnya mennempatkan Jawa serta nusantara pada umumnya sebagai satu-satunay wilayah Asia khususnya tenggara yang tidak dijajah Mongolia. Sultan Agung Anyakrakusuma raja terkenal dalam sejarah Jawa sebagai Raja kerajaan Mataram ygn kemudian diresmikan sebagai salah satu pahlawan nasional RI ini adalah juga seorang pendekar yang semasa mudanya dikenal sebagai Raden Mas Rangsang. Dengan kemampuan teknik silat dan kemampuan teknik dan siasat perang serta kepercayaan diri yang tinggi yang didapatkan dari guru-guru militer yang pada umumnya juga merupakan pendekar-pendekar tersohor mengirimkan kampanye penyerangan dalam dua divisi selama dua tahun berturut-turut (1629 dan 1629) untuk menyerang VOC di Batavia. Divisi ini dekenal dengan Divisi Kaladhuta I dan Divisi Kaladhuta II. Beranggotakan orang-orang militer yang juga mendapatkan didikan ilmu silat yang baik dari dalam keraton maupun menggali dari luar keraton. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya lebih banyak bermunculan pendekar ya g ‘dhug-dheng’ atau istilah lainnya menguasai ‘ulah kanuragan guna kasantikan lan aji jaya kawijayan’,sakti mandraguna sehingga seakan ‘tan tedhas tapak paluning pandhe’ atau tidak mempan oleh bermacam senjata dalam peperangan. Beberapa dari pemimpin mereka yang bermunculan tersohor seperti Pangeran Diponegoro (markas Goa selarong), Sunan GunungJati (Faletehan/Fatahillah) ,Pangeran Sambernyawa dan banyak lagi yang tidak terekam sejarah.
Tentang materi yang diberikan masing-masing perguruan mempunyai kurikulum tersendiri di dalam penuntasan studinya. Ada yang memakai hitungan bulan dan ada pula yang sampai belasan tahun dalam mencapai tingkatan tertinggi. Yang patut digarisbawahi adalah tingkatan tertinggi bukanlah parameter satu-satunya kemampuan tertinggi. Karena di dalam beladiri tak ubahnya suatu ilmu pengetahuan untuk memecahkan permasalahan yang selalu berkembang sesuai perkembangan jaman. Dengan dasar ‘alam penuh rahasia dan ilmu tiada tepinya’ maka pepatah ‘diatas langit masih ada langit’ bukanlah suatu hal kosong yang digembar-gemborkan. Sehingga masing-masing warga yang menggali teknik diharapkan tekun dan sabar untuk mencapai tujuan final yang diharapkan alirannya.
Secara umum perguruan silat selalu mengetrapkan pemberian teknik dasar yang berupa gerakan-gerakan sikap atau jurus baik dengan bentuk binatan maupun manusia. Kemudian mengingkat ke teknik lanjutan yaitu pertarungan/berpasangan. Pertarungan ini merupakan pengetrapan teknik dasar secara langsung berhadapan dengan lawan dengan maksud evaluasi pencapaian kemampuan siswa. Dan untuk melengkapi itu semua pada berikutnya diberikan teknik tinggi yang bias berupa pengetahuan kejiwaan yaitu pendidikan rohani untuk membina diri supaya tidak ‘adigang adigung adiguna,sapa sira sapa ingsun’ atau takabur. Sedangkan teknik lain yang diajarkan secara ‘gethok tular’ adalah teknik tata nafas untuk menunjang berbagai kebutuhan manusia dan ilmu pengiobatan sederhana yang dilandasi anatomi manusia. Sedangkan bentuk lain latihan yang diberikan secara tidak langsung adalah cara berorganisasi,kepemimpinan,cara komunikasi,tata karma,sportivitas atau jiwa ksatria, serta hal-hal lain yang besifat pengembangan kepribadian.
Sebagai kultur budaya timur silat mengandung beberapa aspek yang luhur, yaitu seni,olahraga,beladiri etika, filsafat dan spiritual. Hal ini menunjukkan bahwa silat bukanlah upaya panjang menghapalkan kaidah, tetapi adalah upaya melakukan latihan dan belajar yang intens,sabar, serius dan kontinyu, sehingga kaidah silat menjadi terwujud dalam gerak spontan (refleks) dan terkondisi pada keseharian menjadi sikap yang menyikap.
Memang banyak ‘target antara’ pada pendidikan silat,namun yang penting adalah target akhir yaitu berupa kesehatan,keselamatan dan kebaikan budi. Dengan demikian lengkaplah sebenarnya ilmu yang bisa digali dalam berlatih silat ini. 
Fenomena yang lebih menggembirakan adalah bahwa perbedaan kultur barat dan timur bukanlah halangan bagi pengembangan silat. Silat sudah merebak di dunia internasional,jurus-jurus kita sudah banyak dipelajari oleh rekan dari Belanda,kanada,Prancis, Italia,Amerika Serikat,Australia dll. Mereka bersama-sama dengan Negara Indonesia mendirikan organisasi pencak silat yang dinamai PERSILAT. Dengan keadaan ini kita patut berbangga hati tetapi tidak takabur sehingga membuat batasan bagi kita untuk berkembang. Yang pasti tindakan yang tepat adalah tetap berusaha meluhurkan dan lelestarikan budaya kita yang begitu banyak warna dan coraknya. Salah satunya ialah Silat ini. Suatu hal yang konyol bagi genersi kita jika harus mempelajari lingkungannya sendiri di tempat orang lain. Mari kita kenali diri dan lingkungan kita dalam toleransi yang bijaksana agar kita tidak menjadi tamu di rumah kita sendiri. Mari kita bangga menjadi Bangsa Indonesia dengan tulus.
SURA DIRA JAYANINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI.


(diadopsi dari tulisan sederhana mas Ir RM Bambang Sumantri, AMd., FBist,yang ditayangkan Majalah AQUA th 1996 saat beliau belajar di Faperik Unibraw)

Monday, March 24, 2014

Menarik Tikar dan Para Pendekar Jatuh Terjengkang

By Budi Luhur on Monday, March 24, 2014 at 2:08pm

Pada Pertemuan yang lain dengan Bapak ( RM. S. Dirdjoatmodjo ), Bapak dan para Mas - Mas Pendekar bersiap2 duduk diatas tikar yang telah disediakan. 
Ketika Bapak telah duduk bersila diatas Tikar, ada Mas - Mas / Kakak - Kakak Seperguruan kita yang sangat nakal, secara tiba - tiba menarik tikar yang diduduki Bapak dan Para Pendekar secara cepat.
Dan Para Pendekarpun Jatuh Terjengkang, namun yang mengherankan Bapak tidak ikut terjatuh malah tetap tenang dalam posisi bersila.
Kejadian ini menyebabkan muncul cerita - cerita yang menyatakan saat Bapak duduk terdapat jarak antara tubuh beliau dan alas yang didudukinya; alias Bapak duduknya Melayang.

Moral Cerita : Sebagai Seorang Pesilat, hendaknya selalu Siap dan Waspada dalam segala situasi seperti yang telah dicontohkan oleh Bapak sendiri.

Sunday, March 23, 2014

Memukul Muka Bapak

By Budi Luhur on Monday, March 24, 2014 at 1:36pm
Suatu Ketika saat latihan bersama, Bapak ( RM. S. Dirdjoatmodjo ) mempersilahkan para murid yang ikut berlatih untuk menyerang diri beliau. 
Belum lagi Bapak bersiap, salah seorang Mas /  Kakak Tingkatan yang saat itu Strip Merah, setelah berbisik pada kawan sebelahnya " Tak Antem'e Rai'ne Bapak" ( Ku Pukul Muka Bapak), tiba2 langsung melakukan Daun Melayang dan Melepaskan serangan Pendeta Kanan.
Bapak yang saat itu duduk bersila, sebenarnya dalam posisi yang sangat sulit. Namun sungguh tak disangka, Pukulan Pendeta yang sedemikian deras dapat dielakan oleh Bapak dengan mudah, dan bahu kanan Bapak tiba - tiba telah bersarang di Ulu hati Mas tersebut.
Kontan saja Mas itu terlempar beberapa meter dan seketika merasa sesak serta susah untuk menarik napas. Sedemikian hebat benturan yang terjadi sehingga Mas tersebut harus mengerahkan Gwakangnya untuk memulihkan kondisi.


Moral Cerita : Berhati - hatilah saat ingin mencobai Kakak Tingkatan.

Wednesday, March 19, 2014

Aplikasi Silat dalam Kehidupan Sehari-Hari

   Banyak orang berfikir bahwa belajar Silat itu hanya untuk berkelahi atau untuk melatih kekuatan badan. memang benar, secara jasmani belajar silat itu dapat membantu menyehatkan badan dan juga dapat digunakan untuk self defence (membela diri) apabila memang diperlukan.Tetapi, dalam pengertian yang lebih mendalam, belajar silat bukan hanya untuk melatih otot atau mungkin untuk perkelahian, tetapi lebih melatih kepada pembentukan karakter, rasa/perasaan/kepekaan serta pola pikir kita, dimana kita dituntut untuk dapat mengaplikasikan setiap pelajaran yang kita dapat didalam kehidupan kita sehari-hari. 
   Berlatih Silat itu bagi yang sudah paham adalah lebih mengedepankan akal dari pada otot, dimana kita memaksimalkan kerja otak kita yang dibackup dengan kondisi fisik kita yang prima, bukan sebaliknya. kekuatan fisik dari pada berlatih Silat hanyalah sebagai penunjang bagi kinerja otak kita agar dapat berfikir lebih baik dan rasional, serta untuk melatih rasa/perasaan/kepekaan kita, melatih kita agar lebih peka terhadap keadaan sekitar, terhadap apa yang kita lihat dan kita alami. hingga pada puncaknya kita dapat menjadi manusia yang berBudi Luhur serta bermanfaat bagi sekitar.
     Selain dari pada kemampuan beladiri, seni, dan olahraga, dalam prinsip-prinsip Silat, jika kita mau melihat secara utuh, terdapat banyak sekali ilmu, seperti layaknya perguruan tinggi. Ilmu Fisika, Biologi, Biomekanik, Psikologi, Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, Bahasa, Antropologi, Sosiologi, Komunikasi, Kepemimpinan, Ontologi dan lain-lain yang semua terbungkus dalam rangkaian Filosofi Silat.
      Sebagai contoh hubungan antara Silat dan Kepemimpinan
(Pemaksimalan kinerja otak & rasa/kepekaan yang ditunjang dengan fisik yang prima)

Contoh 1:

      Dalam pembentukan seorang pemimpin yang sejati, sering kita menemukan kata bahwa kemampuan menjadi pemimpin diri sendiri adalah syarat seorang pemimpin. Sun Tzu yang bukunya telah ribuan tahun dan dipakai sampai sekarang mengatakan:

" Knowing others is intelligence, but knowing yourself is true wisdom. Mastering others is a strength, but mastering yourself is a true power."

     Dalam filosofi silat, sering kita temui kata salah satu tujuan berSilat adalah "AJI DIRI" (be the master of oneself atau jadi penguasa bagi diri sendiri karena kenalnya kita akan diri kita)
Silat Minang ada yang mengatakan bahwa Silek adalah plesetan dari suluk atau jalan untuk mengenal eksistensi Tuhan melalui pemahaman terhadap diri sendiri.
      Sederhananya, Silat mengajarkan kita untuk menjadi Pemimpin terhadap diri kita sendiri. Dan ini ada cikal bakal menjadi pemimpin 

Contoh 2:

    Dimanapun buku mengenai kepemimpinan selalu mengedepankan mental yang kuat. Dapat menjadi inspirator dan tidak patah atau kalah ketika harus bergerak mundur. Kita bisa temukan dalam Silat juga teori teori ini Yang paling gampang mungkin dari salah satu Silat di DIY:

"Padha wanine, oja nganti kalah, syukur nek menang"

   Ini adalah Filsafat yang merefleksikan secara sekaligus kemantapan dan keyakinan pada diri sendiri, usaha yang optimal dan sekaligus keikhlasan menerima hasil sebagai bagian dari proses pendewasaan.
      Tulisan ini gak begitu indah memang. Tapi seperti kata almarhum Pak Dirdjo, pendiri Perisai Diri.

 " Silat yang ampuh, biasanya gerakannya sangat jelek."


     Mengenai beladiri import. Ada cerita seorang Grand master Karate berkata pada Presiden Soekarno setelah melihat Gubes Mustika Kwitang bermain golok: Kalau Indonesia punya Silat yang hebat seperti itu, Indonesia tidak perlu belajar Karate dari orang Jepang.

Belajar Silat bukanlah untuk menjatuhkan lawan,
Belajar Silat bukanlah untuk melukai lawan,
Tetapi belajar Silat adalah untuk memperbanyak kawan.
Gunakan akalmu karena engkau telah dikaruniai akal oleh Sang Pencipta,
Gunakan Hatimu, agar engkau menjadi lebih berarti.
Gunakan akal dan hatimu agar engkau menjadi manusia sejati.
Seorang kesatria bukanlah orang yang dapat menjatuhkan lawannya, tetapi adalah orang yang mampu mengalahkan dirinya sendiri, karena Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang  melawan hawa nafsunya.




Tulisan Lepas oleh

Mas Gusti Ahmad Maulana ( AMI )


Sunday, March 16, 2014

Mas Mondo Satrijo tentang Ilmu Silat

" SILAT ITU UNTUK DICOBA, BUKAN UNTUK DIBICARAKAN"

Mas Mondo Satrijo, Pendekar seperti yang dituturkan Mas Anton Jansen, Merah Kuning 

Petuah Para Sesepuh Perisai Diri

" INGATLAH SELALU UNTUK MELATIHKAN TEHNIK ASLI PERISAI DIRI, KARENA PADA TEHNIK ASLI TERSEBUT TERLETAK RAHASIA KEAMPUHAN TEHNIK PERISAI DIRI"
Mas Suwarno, Merah Kuning disampaikan kepada Mas Andik Ashyari, Biru Merah Pelatih Perisai Diri Cabang Malang.